HADIST SEBAGAI AJARAN AGAMA,
DALIL-DALIL KEHUJAHAN DAN FUNGSI TERHADAP
AL-QUR-AN
DI
SUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK I
1. MAULINA
2. RISKA
3. HUSNA WATI
4. DAHLIANA
5. ERA WATI
VAKULTAS TARBIYAH
MUHAMMADDIYAH ACEH
BANDA ACEH
TAHUN AJARAN
2012-2013
KATA PENGANTAR
Bismilahirahmanirahim,
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, Syukur
alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada
Allah Swt, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah
makalah berjudul "Hadist Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-Dalil
Kehujahan Hadist Dan Fungsi Terhadap Al-qur-an".
selawat bernada salam,kami sanjung sajikan kepada kepangkuan nabi besar
Muhammad SWT,dengan adanya rasulullah,alhamdulillah sampai saat ini kami dapat
menyusun makalah ini.
Makalah ini kami buat berdasarkan buku penunjang yang miliki.dan untuk
mempermudahnya kami juga menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan.Saya
menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Panton
Labu, 18 September 2012
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memahami ajaran dalam
agama Islam dilakukan tidak sebatas membaca Al-Quran dan terjemahannya. Sebab,
Al-Quran memiliki bahasa yang tinggi dan ayat-ayatnya tidak selalu bisa
dipahami hanya melalui terjemahan. Salah satu penjelas dari isi Al-Quran ada
sunah atau hadits yang berupa ucapan-ucapan Rasulullah Saw. yang diberi
otoritas oleh Tuhan untuk menyampaikan setiap wahyu kepada umat manusia.
Kedudukan hadits ini sangat penting bagi umat Islam.
Hadits merupakan warisan
Rasulullah yang sampai sekarang masih dipegang para umatnya yang senantiasa
mengharapkan syafaat setelah dibangkitkan kembali nanti. Hadits dikumpulkan
oleh sejumlah perawi memiliki peran penting dalam penyampaian ajaran Islam.
C. Perumusan Masalah
Memperhatikan
pembatasan masalah seperti yang telah diuraikan diatas perlu adanya pemahaman
tentang kedudukan hadits itu sendiri yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Menjelaskan hadits sebagai sumber ajaran Agama
2. Menjelaskan bagaimana dalil-dalil kehujahan,
dan
3. Fungsi-Fungsi terhadap Al-qur-an.
BAB II
PEMBAHASAN
HADIST SEBAGAI AJARAN AGAMA, DALIL-DALIL
KEHUJAHAN DAN FUNGSI TERHADAP AL-QUR-AN
A. Hadis Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam
Seluruh umat Islam
telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam menempati
kedudukan setelah Al-Qur’an. Bagi umat Islam merupakan keharusan untuk
mengikuti hadis sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an baik berupa perintah
maupun larangan. Sebab Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber syari’at yang
saling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali
dengan merujuk kepada keduanya sekaligus dan seorang mujtahid tidak mungkin
mengabaikan salah satunya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Nisa’[4]:59.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.
Ayat ini dapat
dipahami bahwa keberadaan sunnah sebagai
wahyu Allah mempunyai kedudukan yang sederajat dengan Al-Qur’an, yang wajib
diamalkan sebagaimana kewajiban mengamalkan Al-Qur’an. Sementara itu kalau
ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an lebih
tinggi satu tingkat daripada otoritas sunnah, karena Al-Qur’an mempunyai
kualitas “qath’iy” baik secara global maupun terperinci. Sedangkan sunnah
berkulitas “qath’iy” secara global dan tidak secara terperinci. Disis
lain karena Nabi saw. Sebagai manusia yang tunduk di bawah perintah dan
hukum-hukum Al-Qur’an, Nabi saw. Tak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada
manusia.
1. Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang
kewajiban untuk tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul
sebagai utusan Allah SWT merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan
individu. Dengan demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan
mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imron 17 dan An Nisa’
36.[1][3]
Selain Allah memerintahkan umat Islam agar percaya
kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar mentaati segala bentuk
perundang-undangan dan peraturan yang di bawahnya. Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. Ali Imron[3]: 32.
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Disamping banyak ayat yang menyebutkan ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya secara bersama-sama, banyak ayat yang memerintahkan
untuk mentaati Rasul yang berarti juga sama dengan ketaatan kepada Allah
sebagaiman Firman Allah dalm Q.S. An-Nisa’ [4]: 80.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya
ia telah mentaati Allah”.
Dalam firman-Nya Q.S. Al Hasyr [59]: 7“Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”.
Berdasarkan kenyataan ini, maka sebenarnya Allah
juga menyebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an kewajiban mengamalkan
sunnah yang menunjukkan bahwa hadis dijadikan sebagai salah satu sumber ajaran
Islam.
2. Hadis Nabi SAW
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan
dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an
sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
تَرَكـْتُ فِـيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا
تَمَسَّـكْتُمْ بِهِماَ كِـتَابَ اللهِ وَ سُـنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku
tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi
kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya”. (HR. Malik)
Dalam hadis lain
beliau bersabda:
...فَعَلَـيْكُمْ بِسُنَّتِي وَ
سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَـهْدِيِّـيْنَ تَمَسَّكُوْا
بِهَاوَعَضُّوْاعَلَيْهَا...
“Wajib bagi
sekalian berpegangan teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin
(khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.”
(HR. Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadis-hadis tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh
kepada hadis/menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah
wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.[2][4]
B.
Dalil-Dalil Kehujahan Hadist.
Yang dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan
Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama
dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya.
Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang
pertama kali berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam
Asy-Syafi’I (w. 204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.
Kehujahan hadits sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan
dalil-dalil qath’iy yang menuturkan tentang kenabian Mohammad saw. Selain itu,
keabsahan hadits sebagai dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang
menyatakan, bahwa beliau saw tidak menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat)
kecuali berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.
Semua peringatan beliau saw adalah wahyu yang diwahyukan. Oleh karena
itu, hadits adalah wahyu dari Allah swt, dari sisi maknanya saja, tidak
lafadznya. Hadits adalah dalil syariat tak ubahnya dengan al-Quran. Tidak ada
perbedaan antara al-Quran dan Hadits dari sisi wajibnya seorang Muslim
mengambilnya sebagai dalil syariat.
Di dalam al-Qur'an sendiri kita dapati perintah-perintah, akan tetapi tidak disertakan bagaimana pelaksanaannya, seperti misalnya perintah shalat, puasa dan sebagainya. Dalam hal yang demikian ini tidak lain kita harus melihat kepada hadits.
Di dalam al-Qur'an sendiri kita dapati perintah-perintah, akan tetapi tidak disertakan bagaimana pelaksanaannya, seperti misalnya perintah shalat, puasa dan sebagainya. Dalam hal yang demikian ini tidak lain kita harus melihat kepada hadits.
Bukankah Allah telah berfirman di dalam al-Qur'an:
Artinya:
Artinya:
"Dan Kami menurunkan kepada kamu adz-dzikr, agar engkau menjelaskan
kepada manusia tentang apa yang telah diturunkan kepada mereka." (an-Nahl:
44)
Jika sekiranya, hadits itu bukan merupakan hujah dan tidak pula merupakan
penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan,
bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di
dalam al-Qur'an.
Sabda Nabi SAW :
Artinya: "Ingat! Bahwa saya diberi al-Quran dan yang seperti
al-Quran (Hadits)." (H.R. Abu Daud)
Karena itu, hadits, baik ia menjelaskan al-Qur'an atau berupa penetapan
sesuatu hukum, umat Islam wajib mentaatinya.
Apabila kita teliti, hadits terhadap al-Qur'an, dapat berupa menetapkan
dan mengokohkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur'an, atau
berupa penjelasan terhadap al-Qur'an, menafsiri serta memperincinya, atau juga
menetapkan sesuatu hukumyang tidak terdapat di dalam al-Qur'an.
Hal ini juga dikemukakan oleh Imam asy-Syafi'i di dalam ar-Risalahnya.
Jika sekiranya, hadits itu bukan merupakan hujah dan tidak pula merupakan penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan, bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an
Jika sekiranya, hadits itu bukan merupakan hujah dan tidak pula merupakan penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan, bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an
C. Fungsi
Hadis Terhadap Al-Qur’an
Sebagai sumber
ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl : 44.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.”
Allah SWT
menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh
manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara
melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Oleh karena itu,
fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu
bermacam-macam. Imam Malik bin Anas menyebut lima macam fungsi, yaitu bayan
al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’.
Imam Syafi’i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-tafshil, bayan
at-takhshish, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayanal-isyarah.
Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan al-ta’kid, bayan
al-tafsir, bayan al-tasyri’, dan bayan al-takhshish. Untuk lebih
jelas berikut akan diuraikan beberapa hal mengenai fungsi hadis terhadap
Al-Qur’an.
1. Bayan
at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan
al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah
menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi
hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh
hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا
رَأَيْـتُمُ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْـتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا (رواه
مسلم)
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka
berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang
men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa
yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...” (QS.
Al-Baqoroh [2]: 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini
dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan
munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.[3][8]
2. Bayan
at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah
penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan
lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam.
Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil)
dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis
terhadap ayat-ayat yang masih umum.
a. Merinci
ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global), Sebagai contoh hadis berikut:
صَلُّوْا
كَمَا رَاَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ (رواه البخارى)
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat.
Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS.
Al-Baqoroh[2]: 43)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, dapat kami
simpulkan bahwa :
1. Hadis merupakan salah satu sumber hukum
dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an.
Sedangkan bila diliahat dari segi kehujjahannya, hadis melahirkan hukum zhanny,
kecuali hadis yang mutawatir.
2. Hadits
yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan
Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Al-qur’an
dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara
yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an itu adalah pokok
hukum syari’at, pegangan umat Islam yang secara rinci menerima penjelasan dari
sunnah
3. Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah
sebagai bayan al-taqrir (penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur’an; sebagai bayan al-Tafsir (menjelaskan dan menafsirkan
ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an); sebagai bayan al-tasyri’
(mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an
hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja); sebagai bayan al-Nasakh (menghapus,
menghilangkan, dan mengganti ketentuan yang teradapat dalam Al-Qur’an).
B.Saran
Adapun saran yang bisa penulis berikan :
1. Kepada
semua pembaca bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap bisa meluruskannya.
2. Untuk
supaya bisa membaca kembali literatur-literatur yang berkenaan dengan
pembahasan ini sehingga diharapkan akan bisa lebih menyempurnakan kembali
pembahasan materi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
·
DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat
Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka Bahagia Offset,
·
Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan
Hidup dalam Islam” Bogor,
Pustaka Thariqul ‘Izzah
·
Drs. Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah
Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar