Selasa, 16 Oktober 2012

HADIST SEBAGAI AJARAN AGAMA

HADIST SEBAGAI AJARAN AGAMA,
DALIL-DALIL KEHUJAHAN DAN FUNGSI TERHADAP AL-QUR-AN

DI
SUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK I
             1.      MAULINA
             2.      RISKA
             3.      HUSNA WATI
             4.      DAHLIANA
             5.      ERA WATI










VAKULTAS TARBIYAH
 MUHAMMADDIYAH ACEH
BANDA ACEH
TAHUN AJARAN
2012-2013



KATA PENGANTAR


Bismilahirahmanirahim,
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah Swt, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah berjudul "Hadist Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-Dalil Kehujahan Hadist Dan Fungsi Terhadap Al-qur-an".
selawat bernada salam,kami sanjung sajikan kepada kepangkuan nabi besar Muhammad SWT,dengan adanya rasulullah,alhamdulillah sampai saat ini kami dapat menyusun makalah ini.
Makalah ini kami buat berdasarkan buku penunjang yang miliki.dan untuk mempermudahnya kami juga menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan.Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.


                                                                        Panton Labu, 18 September 2012


                                                                                              Penulis,






BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Memahami ajaran dalam agama Islam dilakukan tidak sebatas membaca Al-Quran dan terjemahannya. Sebab, Al-Quran memiliki bahasa yang tinggi dan ayat-ayatnya tidak selalu bisa dipahami hanya melalui terjemahan. Salah satu penjelas dari isi Al-Quran ada sunah atau hadits yang berupa ucapan-ucapan Rasulullah Saw. yang diberi otoritas oleh Tuhan untuk menyampaikan setiap wahyu kepada umat manusia. Kedudukan hadits ini sangat penting bagi umat Islam.
Hadits merupakan warisan Rasulullah yang sampai sekarang masih dipegang para umatnya yang senantiasa mengharapkan syafaat setelah dibangkitkan kembali nanti. Hadits dikumpulkan oleh sejumlah perawi memiliki peran penting dalam penyampaian ajaran Islam.

C.     Perumusan Masalah
Memperhatikan pembatasan masalah seperti yang telah diuraikan diatas perlu adanya pemahaman tentang kedudukan hadits itu sendiri yang dirumuskan sebagai berikut :
1.   Menjelaskan hadits sebagai sumber ajaran Agama
2.   Menjelaskan bagaimana dalil-dalil kehujahan, dan
3.   Fungsi-Fungsi terhadap Al-qur-an.


BAB II
PEMBAHASAN
HADIST SEBAGAI AJARAN AGAMA, DALIL-DALIL KEHUJAHAN DAN FUNGSI TERHADAP AL-QUR-AN

A.        Hadis Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam menempati kedudukan setelah Al-Qur’an. Bagi umat Islam merupakan keharusan untuk mengikuti hadis sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an baik berupa perintah maupun larangan. Sebab Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber syari’at yang saling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan merujuk kepada keduanya sekaligus dan seorang mujtahid tidak mungkin mengabaikan salah satunya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Nisa’[4]:59.
 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Ayat ini dapat dipahami bahwa  keberadaan sunnah sebagai wahyu Allah mempunyai kedudukan yang sederajat dengan Al-Qur’an, yang wajib diamalkan sebagaimana kewajiban mengamalkan Al-Qur’an. Sementara itu kalau ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas sunnah, karena Al-Qur’an mempunyai kualitas “qath’iy” baik secara global maupun terperinci. Sedangkan sunnah berkulitas “qath’iy” secara global dan tidak secara terperinci. Disis lain karena Nabi saw. Sebagai manusia yang tunduk di bawah perintah dan hukum-hukum Al-Qur’an, Nabi saw. Tak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada manusia.
1.       Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan Allah SWT merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan individu. Dengan demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imron 17 dan An Nisa’ 36.[1][3]
Selain Allah memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang di bawahnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ali Imron[3]: 32.
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Disamping banyak ayat yang menyebutkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya secara bersama-sama, banyak ayat yang memerintahkan untuk mentaati Rasul yang berarti juga sama dengan ketaatan kepada Allah sebagaiman Firman Allah dalm Q.S. An-Nisa’ [4]: 80.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah”.
Dalam firman-Nya Q.S. Al Hasyr [59]: 7“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”.
Berdasarkan kenyataan ini, maka sebenarnya Allah juga menyebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an kewajiban mengamalkan sunnah yang menunjukkan bahwa hadis dijadikan sebagai salah satu sumber ajaran Islam.

2.      Hadis Nabi SAW
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
تَرَكـْتُ فِـيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّـكْتُمْ بِهِماَ كِـتَابَ اللهِ وَ سُـنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Malik)
Dalam hadis lain beliau bersabda:
...فَعَلَـيْكُمْ بِسُنَّتِي وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَـهْدِيِّـيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَاوَعَضُّوْاعَلَيْهَا...
“Wajib bagi sekalian berpegangan teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadis-hadis tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis/menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.[2][4]

B.        Dalil-Dalil Kehujahan Hadist.
Yang dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang pertama kali berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’I (w. 204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.
Kehujahan hadits sebagai dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qath’iy yang menuturkan tentang kenabian Mohammad saw. Selain itu, keabsahan hadits sebagai dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan, bahwa beliau saw tidak menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat) kecuali berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.
Semua peringatan beliau saw adalah wahyu yang diwahyukan. Oleh karena itu, hadits adalah wahyu dari Allah swt, dari sisi maknanya saja, tidak lafadznya. Hadits adalah dalil syariat tak ubahnya dengan al-Quran. Tidak ada perbedaan antara al-Quran dan Hadits dari sisi wajibnya seorang Muslim mengambilnya sebagai dalil syariat.
Di dalam al-Qur'an sendiri kita dapati perintah-perintah, akan tetapi tidak disertakan bagaimana pelaksanaannya, seperti misalnya perintah shalat, puasa dan sebagainya. Dalam hal yang demikian ini tidak lain kita harus melihat kepada hadits.
Bukankah Allah telah berfirman di dalam al-Qur'an:
Artinya:
"Dan Kami menurunkan kepada kamu adz-dzikr, agar engkau menjelaskan kepada manusia tentang apa yang telah diturunkan kepada mereka." (an-Nahl: 44)
Jika sekiranya, hadits itu bukan merupakan hujah dan tidak pula merupakan penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan, bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an.
Sabda Nabi SAW :
Artinya: "Ingat! Bahwa saya diberi al-Quran dan yang seperti al-Quran (Hadits)." (H.R. Abu Daud)
Karena itu, hadits, baik ia menjelaskan al-Qur'an atau berupa penetapan sesuatu hukum, umat Islam wajib mentaatinya.
Apabila kita teliti, hadits terhadap al-Qur'an, dapat berupa menetapkan dan mengokohkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur'an, atau berupa penjelasan terhadap al-Qur'an, menafsiri serta memperincinya, atau juga menetapkan sesuatu hukumyang tidak terdapat di dalam al-Qur'an.
Hal ini juga dikemukakan oleh Imam asy-Syafi'i di dalam ar-Risalahnya.
Jika sekiranya, hadits itu bukan merupakan hujah dan tidak pula merupakan penjelasan atas al-Qur'an, sudah tentu kita tidak akan dapat melaksanakan, bagaimana cara kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam al-Qur'an

C.        Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl : 44.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam-macam. Imam Malik bin Anas menyebut lima macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’. Imam Syafi’i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-tafshil, bayan at-takhshish, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayanal-isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, dan bayan al-takhshish. Untuk lebih jelas berikut akan diuraikan beberapa hal mengenai fungsi hadis terhadap Al-Qur’an.
1.      Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا رَأَيْـتُمُ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْـتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا (رواه مسلم)
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...” (QS. Al-Baqoroh [2]: 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.[3][8]


2.      Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.
a.       Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global), Sebagai contoh hadis berikut:
صَلُّوْا كَمَا رَاَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ (رواه البخارى)
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Dari pembahasan tersebut, dapat kami simpulkan bahwa :
1.      Hadis merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila diliahat dari segi kehujjahannya, hadis melahirkan hukum zhanny, kecuali hadis yang mutawatir.
2.      Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Al-qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an itu adalah pokok hukum syari’at, pegangan umat Islam yang secara rinci menerima penjelasan dari sunnah
3.      Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah sebagai bayan al-taqrir (penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an; sebagai bayan al-Tafsir (menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an); sebagai bayan al-tasyri’ (mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja); sebagai bayan al-Nasakh (menghapus, menghilangkan,  dan mengganti  ketentuan yang teradapat dalam Al-Qur’an).


B.Saran

Adapun saran yang bisa penulis berikan :
1.   Kepada semua pembaca bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap  bisa meluruskannya.
2.   Untuk supaya bisa membaca kembali literatur-literatur yang berkenaan dengan pembahasan ini sehingga diharapkan akan bisa lebih menyempurnakan kembali pembahasan materi dalam makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA
·        DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka Bahagia Offset,
·        Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor, Pustaka Thariqul ‘Izzah
·        Drs. Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

    • Popular
    • Categories
    • Archives